Kamis, 20 Desember 2018

GADIS: Frekuensi Radio Tanpa Penggemar



Frekuensi Radio Tanpa Penggemar

Sudah lama aku tidak menulis puisi yang prosais atau prosa yang puitis. Sebab kupikir tidak akan ada yang datang lagi setelah patah berkali-kali. Konon katanya kau hanya bisa menulis ketika hatimu bermasalah: resah.

Sebenarnya tidak ada yang mematahkanku. Aku hanya bersusah-ria patah sendiri. Keyakinan untuk memilih hati masih kalah dengan anggapan 'aku tidak pantas memiliki'. Lalu kau datang--tentu saja aku masih berada di keyakinan yang sama--dan membuatku ingin menulis lagi. Aku diselimuti perasaan yang aku sendiri tidak ingin menyebutnya sebagai apa. Cinta? Ini terlalu cepat untuk jatuh cinta. Cinta itu sesuatu yang sakral: tidak bisa kau miliki hanya karena sekali pandang.

Tiba-tiba aku takut. Setelah sibuk memikirkan perasaan jenis apa yang menyelimutiku, aku takut tidak lagi bisa melihatmu. Bukan karena jarak yang terlalu jauh, tetapi karena masing-masing dari kita yang mungkin tidak memiliki alasan apa pun untuk menuju sua. Aku tidak berhak meminta, begitu kau pun sama juga. Lalu aku kembali tidak menemukan alasan untuk menulis, seperti sebelumnya ketika patah sudah usai dan kehidupan kembali ke ruang hampa.

Saat aku masih juga menimbang-nimbang perasaan apa yang pantas kusematkan, aku takut semua sua kita yang mungkin bagimu tidak menarik itu akan menguap begitu saja--mengudara seperti frekuensi radio yang kehilangan para penggemarnya. Sia-sia.

______________
Medan, Des'18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar